Metode Pemahaman Hadis Tradisionalis





Mahmud Yunus dan Pemikirannya tentang Hadis

 

MAHMUD YUNUS DAN PEMIKIRANNYA

TENTANG HADIS

 

Makalah

Telah Dipresentasikan pada Seminar kelas Studi Tokoh di Indonesia Program Magister (S.2) Pascasarjana IAIN IB Padang                   

Sabtu, 21 Oktober 2017

Oleh

GUSNANDA

 

Dosen Pegampu Mata Kuliah

Prof. Dr. EDI SAFRI

Program Pascasarjana Prodi Ilmu Hadis

Institut Agama Islam Negeri

Imam Bonjol Padang

1439 /2017 M

A.      PENDAHULUAN

Belakangan ini keinginan untuk menggali khazanah keilmuan kajian hadis di nusantara semakin mencuat. Beberapa sarjanawan hadis sudah mulai mengkaji tokoh tokoh hadis nusantara dan pemikirannya tentang hadis. Di antara tokoh tersebut misalnya Mahmud Yunus. Meskipun secara umum ia dikenal sebagai tokoh pendidikan, ternyata dalam salah satu karyanya ia juga berbicara tentang hadis dan ilmu hadis. Oleh sebab itu, penting mengeksplorasi pemikiran tokoh hadis ini. Atas dasar ini, penulis mencoba untuk menguraikan Mahmud Yunus dan pemikirannya tentang ilmu hadis dalam bentuk makalah, sebagaimana yang akan dijelaskan setelah ini.    

B.       PEMBAHASAN

 

1.      Biografi Mahmud Yunus

Nama lengkap Mahmud Yunus adalah Mahmud Yunus  bin Yunus bin Incek. Ia lahir pada hari Sabtu tanggal 30 Ramadhan 1316 H bertepatan pada tanggal 10 Februari 1899 M di Nagari Sungayang Batusangkar Sumatera Barat. Ia meninggal pada tanggal 16 Januari 1983 dalam usia 83 tahun.[1] Mahmud Yunus berasal dari keluarga yang taat menjalankan agama dan cukup terkemuka dikalangan masyarakat. Ayahnya bernama Yunus bin Incek seorang petani dari suku Mandailing. Yunus bin Incek mendapatkan pendidikan di Surau dan diangkat sebagai imam nagari Sungayang.[2]  Sedangkan ibunya bernama Hafsah binti M. Tahrir bin Ali, dan buyutnya dari pihak ibu adalah seorang ulama besar di Nagari Sungayang Batusangkar Bernama Muhammad Ali, yang bergelar Angku Kolok.[3]

Pendidikan Mahmud Yunus bermula dari mempelajari al-Qur’an dan Bahasa Arab yang ditempuh semenjak berusia tujuh tahun di Surau kakeknya, M. Tahrir. Di samping itu, ia juga belajar di Sekolah Rakyat, tetapi hanya sampai kelas tiga saja. Dari surau kakeknya ini, Mahmud Yunus kemudian pindah ke Madrasah yang di asuh oleh Syekh H. Muhammad Thaib di Surau Tanjung Pauh. Berkat ketekunannya, dalam empat tahun, Mahmud Yunus telah sanggup mengajarkan kitab-kitab Mahall, Alfiyyah, dan Jami’ul al-Jawami, sehingga ketika syekh Thaib Umar jatuh sakit dan berhenti mengajar, Mahmud Yunus lah yang ditunjuk untuk menggantikannya mengajar.[4]

Pada tahun 1924 Mahmud Yunus mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi ke Mesir dan ia memasuki Universitas al-Azhar. Setahun kemudian, ia berhasil memperoleh Syahadah Alamiah, kemudian melanjutkan studi ke Madrasah Dar al-Ulum al-Ulya dan tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang menjadi mahasiswa madrasah tersebut. Pada tahun 1930, setelah mengambil Takhasus Tadris, Mahmud Yunus berhasil memperoleh ijazah dari perguruan tinggi tersebut.[5]

Setelah menyelesaikan studinya di Mesir, Mahmud Yunus kembali ke Indonesia dan kemudian berkarir, baik sebagai pengajar maupun pemimpin berbagai sekolah, di antara perstasinya adalah:

a.     Pimpinan al-Jami’ah al-Islamiah Batusangkar di Sungayang (1931-1932)

b.    Mendirikan Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI) dan termasuk Anggota

Minangkabau Raad (1938-1942)

c.     Pimpinan Kuliah Muallimin Islamiah Normal Islam Padang (1932-1946)

d.    Mendirikan Majlis Islam Tinggi Minangkabau, kemudian menjadi MIT Sumatera  

(1946)

e.     Sekretaris Menteri Agama PDRI (1949)

f.     Anggota Pemeriksa Agama pada Jawatan Agama Provinsi Sumatera di Pamatang

Siantar (1946-1949)

g.    Pegawai Tinggi Kementerian Agama di Yogyakarta (1950)

h.    Kepala Penghubung Pendidikan Agama pada Kementerian Agama di Jakarta

(1951)

i.      Kepala Lembaga Pendidikan Agama pada Jawatan Pendidikan Agama (1952-

1956)

j.      Pimpinan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta (1957-1980)

k.    Dekan dan Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(1960-1963)

l.      Rektor IAIN Imam Bonjol Padang (1966-1971)

m.  Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Tarbiyah yang diberikan oleh IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta (15 Oktober 1977) [6]

2.      Karya- karya Mahmud Yunus

Banyak karya tulis yang dihasilkan Mahmud Yunus dalam berbagai bidang ilmu Agama Islam, di antaranya:

a.       Bidang Pendidikan

1)      Pengetahuan Umum dan Ilmu Mendidik

2)      Metode Khusus Pendidikan Agama

3)      Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia

4)      Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran

5)      Al-tarbiyah wat Ta’lim

6)      Pendidikan di Negara-negara Islam dan Intisari Pendidikan Barat

b.      Bidang Bahasa Arab :

1)      Durus al-Lughah al-‘Arabiyah ‘ala Thariqah al-Hadistsah I

2)      Durus al-Lughah al-‘Arabiyah ‘ala Thariqah al-Hadistsah II

3)      Metode Khusus Bahasa Arab

4)      Kamus Arab Indonesia

5)      Durus al-Lughah al-‘Arabiyah I

6)      Durus al-Lughah al-‘Arabiyah II

7)      Durus al-Lughah al-‘Arabiyah III

8)      Durus al-Lughah al-‘Arabiyah IV

9)      Muhadatsah al-‘Arabiyah Durus al-Lughah al-‘Arabiyah III

10)  Al-Mukhtrat lil Muthala’ah wal Mahfuzhat

c.       Bidang Fiqh :

1)      Marilah Sembayang I                                3) Marilah Sembayang II

2)      Marilah Sembayang III                             4) Marilah Sembayang IV

3)      Puasa dan Zakat                                       5) Haji ke Mekah

4)      Hukum warisan dalam Islam                    6) Hukum Perkawinan dalam Islam

5)      Pelajaran Sembayang untuk Orang Dewasa

6)      Soal Jawab Hukum Islam                                     Al-Fiqh al-Wadhih I               

7)      Al-Fiqh al-Wadhih II                                 Al-Fiqh al-Wadhih III

8)      Mabadi’u Fiqh al-Wadhih             Al-Fiqh al-Wadhih an-Nawawi

9)      Al-Masail al-Fiqhiyah ‘ala Mazahib al-Arba’ah

d.      Bidang Tafsir :

1)        Tafsir al-Qur’an al-Karim (30) Juz          Kamus al-Qur’an I

2)        Tafsir al-Fatihah                                      Kamus al-Qur’an II

3)        Tafsir Ayat Akhlak                                    Kamus al-Qur’an Juz 1-30

4)        Juz ‘Amma dan Terjemahannya Surat Yasin dan Terjemahannya

5)        Pelajaran Huruf al-Qur’an

6)        Kesimpulan Isi al-Qur’an

7)        Alif, Ba, Ta wa Juz Amma

8)        Muhadharat al-Israiliyyat fi at-Tafsir wa Hadits

e.       Bidang Akhlak :

1)        Keimanan dan Akhlak I

2)        Keimanan dan Akhlak II

3)        Keimanan dan Akhlak III

4)        Keimanan dan Akhlak IV

5)        Beriman dan Berbudi Pekerti

6)        Lagu-lagu Baru Pendidikan Agama atau Akhlak

7)        Akhlak Bahasa Indonesia

8)        Moral Pembangunan dalam Islam

f.       Bidang Sejarah :

1)      Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia

2)      Tarikh al-Fiqhu al-Islamiy

3)      Sejarah Islam di Minangkabau

4)      Tarikh Islam

g.      Bidang Perbandingan Agama :

1)      Ilmu Perbandingan Agama

2)      Al-Adyan

h.      Bidang Dakwah :

1)      Pedoman Dakwah Islamiyah

i.        Bidang Ushul Fiqh :

1)      Mudzakarat Ushul al-Fiqh

J.       Bidang Tauhid :

1)      Durus at-Tauhid

K.    Bidang Ilmu Jiwa :

1)      Ilmu an-Nafs

L.     Bidang Hadis :

1)      Ilmu Musthalah al-Hadis

M.   Lain-lain :

1)      Beberapa Kisah Nabi dan Khalifahnya

2)      Doa-doa Rasulullah

3)      Pemimpin Pelajaran Agama I

4)      Pemimpin Pelajaran Agama II

5)      Pemimpin Pelajaran Agama III

6)      Kumpulan Doa

7)      Marilah ke al-Qur’an

8)      Asy- Syuhuru al-Arabiyah fi Biladi al-Islamiyah

9)      Riwayat Hidup Prof. Dr. H. Mahmud Yunus [7]

 

 

C.      Gambaran Umum Kitab  ‘Ilm Musthalah al-Hadis Karya Mahmud Yunus

Adapun karya Mahmud Yunus dalam bidang kajian hadis adalah kitab Ilmu Musthalahu al-Hadits, ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Kitab ini diterbitkan di Jakarta oleh Al-Maktabah al-Su’udiyah Putra. Pada cover kitab tersebut Mahmud Yunus mencantumkan jabatannya sebagai rektor IAIN Imam Bonjol Padang Sumatera Barat, Indonesia. Lalu pada pendahuluan karyanya Mahmud Yunus menjelaskan tujuan penulisan kitabnya adalah untuk meringkas kitab-kitab hadis yang panjang, memberikan kemudahan bagi mahasiswa dan bahan rujukan bagi dosen di perguruan tinggi.    

Muhammad Dede Rodliyana dalam bukunya Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hadits dari Klasik sampai Modern menyebutkan bahwa sistematika pembahasan kitab ulum al-hadis Mahmud Yunus terdapat 69 pembahasan. Di antara pokok bahasannya antara lain  tiga pembahasan pertama menjelaskan pembagian ulum al-hadis dan kedudukan Sunnah dalam al-Qur’an, pembahasan keempat sampai kesembilan tentang sejarah periwayatan dan pembukuan Sunnah yang meliputi penjagaan secara hafalan, permulaan pembukuan, urutan kitab, orang-orang yang terkenal meriwayatkan hadis, dan sikap orang-orang pertama dalam menerima riwayat.[8]

Pembahasan ke-10 tentang al-jarh wa ta’dil, ke-11 tentang sifat orang yang diterima dan ditolak riwayatnya, ke-12 tentang proses penerimaan dan penyampaian riwayat, ke-13 tentang nasikh dan mansukh, dan ke-14 sampai 69 menjelaskan tentang istilah-istilah khusus yang berkaitan dengan penilaian terhadap hadis, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, serta hal-hal yang berhubungan dengannya, baik para periwayat, jalur periwayatan, dan sifat periwayatnya.[9] Dalam referensi lain, Febriyeni dalam Tesisnya yang berjudul Studi Pemikiran Tokoh Hadis Sumatera Barat (Prof. Dr. H. Mahmud Yunus dan H. Mawardi Muhammad, menyimpulkan bahwa ada 70 pokok pembahasan dalam kitab Ilmu Musthalah al-Hadis karya Mahmud Yunus.[10]

Penulis mencoba mengkonfirmasi  hasil penelitian di atas dengan kitab aslinya. Ternyata ada sekitar 67 pembahasan di dalamnya. Adapun tabelnya sebagai berikut:[11]

No

Pembahasan

Halaman

1

Ilmu al-Hadits

3

2

Manzilah al-Sunnah min al-Kitab

4

3

Tarikh  Riwayat al-Hadits wa Tadwin

5

4

Kaifa Na’Khudzu al-Hadits al-Aan

9

5

Thabaqat Kutub al-Hadits

9

6

Masyhur al-Muhaditsin

10

7

Tunbitu al-Salaf fi Qabul al-Hadits

10

8

Al-Ta’dil wa al-Tajrih wa lafazhuma

14

9

Syuruth min Taqabbal Riwayatihi

17

10

Thuruquhu Tahmilu al-Hadits wa Naqalahu

17

11

Nasikh al-Hadits wa Mansukhihi

20

12

Al-Nasikh

20

13

Mushthalahaat al-Muhadistin

21

14

Aqsam al-Hadits

23

15

Al-Ahad

24

16

Al-‘Aziz

29

17

Al-Shahih

30

18

Ma Makna al-‘Adalah

32

19

Ma Makna al-Dhabith

33

20

Muratib al-Hadis Shahih

34

21

Darajat Ahadits  al-Shahihaini fi al-Shihah

34

22

Intiqad  ‘ala al-Shahihaini

36

23

Hal Akhbar al-Shahihaini Tufidu al-Yaqin

38

24

Intiqad ‘ala Qaulu Ibnu Shalah

40

25

Al-Hasan

43

26

Al-Hasan Lighairihi

43

27

Taqsimul Hadis Ila Maqbuli wa Mardudi

45

28

Shahih al-Sanad wa Hasan al-Sanad

46

29

Hal Ziyadah al-Tsiqah Maqbuulah

48

30

Al-Kitabullati Yahradii biha Ma’rifah al-Hadits al-Hasan

49

31

Al-Dha’if

52

32

Hukmul Hadis al-Dhaif

53

33

Al-Adhrar al-‘Azhimah min Riwayat al-Ahadits al-Dha’ifiyah

55

34

Al-Mursal

61

35

Mursal al-Shahabi

62

36

Al-Munqathi’

64

37

Al-Mu’dhal

65

38

Al-Mu’alaq

65

39

Al-Marfu’

66

40

Al-Mauquf

66

41

Ma Taraddadu baina al-Marfu’ wa al-Mauquf

67

42

Al-Maqthu’

68

43

Al-Mudhtharib

69

44

Al-Gharib

69

45

Al-Fard

70

46

Al-Musnad

71

47

Al-Mutashil

72

48

Al-Syadz wa al-Mahfuzh

73

49

Al-Munkar wa al-Ma’ruf

74

50

Al-Mudraj

74

51

Ma’rifah al-Idraj

76

52

Al-Mu’alal au al-Mu’mal

77

53

Al-Mudalas

80

54

Al-Mu’an’an wa al-Muanan

81

55

Al-Musalsal

82

56

Al-Mubham

83

57

Ta’dil al-Mubham

83

58

Al-Majhul au al-Mastur

83

59

‘Ulwu al-Sanad wa Nuzulahu

84

60

Riwayah al-Aqran

85

61

Al-Muttafaq wa al-Muftaraqu

86

62

Al-Muktalifu wa al-Mukhtalif

87

63

Al-Matruk

88

64

Al-Maqlub

88

65

Al-Maudhu’

90

66

Ma’rifat al-Maudhu’

90

67

Khatimah fi al-Hadits al-Qudsi

94

Sebagaimana dikutip sebelumnya, Dede Rodliyana menyebutkan  manhaj yang digunakan Mahmud Yunus dalam menyusun kitabnya ini adalah memberikan penjelasan singkat seputar musthalah dengan cara meringkas dari berbagai literature ulama terdahulu. Ia menjelaskan setiap pembahasan dengan menggunakan pointer sehingga terkesan sistematis. Singkatnya, penjelasannya sangat singkat karena hanya mencakup defenisi dan keterangan seperlunya terhadap defenisi yang ada di dalam kitabnya.[12]

D.    Pandangan Mahmud Yunus tentang  Hukum Hadis Dha’if

Terkait dengan pemikiran Mahmud Yunus tentang ilmu hadis, penulis membatasi  kajian ini dengan hanya membahasa pemikiannya tentang hadis dhaif dan hukumnya. Adapun pokok pikian beliau tentang ini adalah sebagai berikut :

1.      Pengertian Hadis Dhaif

Hadis dhaif adalah hadis yang hilang satu syarat atau lebih dari syarat hadis shahih dan hasan. Di antara syarat yang hilang itu misalnya kemuttasilan, ke‘adalahan yang lemah. Adapun sebab kedhaifan hadis itu terbagi menjadi dua :

a)      Gugurnya satu perawi dari rangkaian sanad

b)      Terdapat cacat pada diri seorang perawi

Maka atas dasar itu, hadis dhaif dapat dibagi menjadi dua macam :

a)      Tertolak karena gugurnya seorang perawi dalam rangkaian sanad. Termasuk dalam kategori ini empat macam : mu’allaq, mursal, mu’dhal dan munqathi’.

b)      Tertolak karena pada hadis tersebut terdapat sifat tercela dalam diri perawi sifat tercela. Di antara sifat tercela tersebut adalah kadzab, tahammuh, fahsya’, ghafalah (pelupa), waham, mukhalafah (melakukan pelanggaran), fasiq, jahalah, bidh’ah, buruk hafalan.       

2.      Hukum Hadis Dhaif

Menurut Mahmud Yunus, para ulama sepakat melarang menyebutkan hadis maudhu’ kecuali menjelaskan kemaudhu’annya. Tetapi  tentang hadis dhaif ulama sepakat membolehkan penyampaian hadis dhaif tamap disertai penjelasan kedhaifannya. Hanya saja ini dalam hal selain  masalah hukum dan aqidah, seperti fadhail amal dan kisah-kisah. Di antara ulama yang dimaksud adalah ‘Abdurrahman bin Mahdi dan Ahmad Ibn Hanbal.

Mahmud Yunus juga menyebutkan  bahwa “Kemudharatan yang sangat besar bagi orang yang meriwayatkan hadis dha’if tampa menyebutkan dan menjelaskan kedha’fannya.”[13] Berbeda dengan Imam Ahmad, ia membolehkan meriwayatkan hadis dha’if  tanpa menerangkan kedha’ifannya dengan syarat, pertama: Hadits tersebut tidak berkaitan dengan masalah akidah, ibadah , hukum (halal dan haram), namun dibolehkan berhubungan dengan kisah dan fadhail amal. Kedua : Hadis itu kedha’ifnya ringan, dalam artian tidak palsu serta dha’ifnya tidak berat.[14]

Adapun alasan para imam ahli hadis di atas yang membolehkan meriwayatkan hadis dha’if tanpa menerangkan kedha’ifanya yaitu, pertama: istilah hadis shahih, hasan dan dha’if belum ada pada masa sebelum Imam al-Tirmidzi,  karena istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Imam al-Tirmidzi, maka ada kemungkinan yang dimaksud dengan hadis dha’if itu adalah hadis hasan. Sebagaimana Ibnu Taimiyyah berkata :“ Siapa yang berpendapat sama dengan Imam Ahmad bahwa apabila seseorang berhujjah dengan hadis dha’if (tidak shahih/hasan), maka dia telah salah sangka, sebab pada zaman Imam Ahmad dan sebelumnya hadis itu hanya terbagi menjadi dua, yaitu shahih dan dha’if, kemudian hadis dha’if itu juga terbagi menjadi dua, yakni dha’if  matruk (lemah yang ditinggalkan) ini tidak boleh dijadikan sebagai hujjah , dan dha’if hasan ( lemah yang bagus). Sebagaimana penyakit manusia terbagi menjadi dua, yaitu sakit yang sangat mengkhawatirkan bisa membuat orang takut untuk mengobatinya dengan seluruh hartanya dan sakit ringan biasa. Orang yang pertama kali membagi hadis menjadi tiga bagian, yaitu shahih, hasan dan dha’if adalah Imam Abu Isa al-Tirmidzi dalam kitab sunannya.[15] Kedua: Para ulama terdahulu meriwayatkan hadis dengan sanadnya, sehingga pada zaman tersebut, siapa yang meriwayatkan hadis dengan sanadnya maka dia telah lepas tanggung jawab dari keshahihan dan kedha’ifan hadis tersebut, sebab seseorang bisa mengetahui kualitas hadis dengan melihat sanadnya.

Berdasarkan penelitan penulis, bahwa pendapat Mahmud Yunus di atas ada kesamaan dengan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab Silsilah Ahadits al-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah, bahwa tidak boleh meriwayatkan sebuah hadis dha’if tanpa menerangkan kedha’ifannya. Begitu juga dengan  hukum mengamalkannya, bahwa para Imam hadis di atas melarang secara mutlak mengamalkan hadis dha’if, walaupun dalam masalah aqidah, Ibadah, hukum, dan fadhail amal, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Daud, Abu Hanifah yang membolehkan mengamalkan hadis dha’if scara mutlak.[16]

E.       Kesimpulan

      Mahmud Yunus merupakan salah seorang tokoh hadis Indonesia. Selain itu, ia juga ahli dalam berbagai bidang keagamaan lain, seperti ilmu al-Qur’an dan tafsirnya, fiqih, pendidikan, dan hadis. Mahmud Yunus pernah menimba ilmu di Dar al-Ulum dan al-Azhar University di Mesir. Sebagai seorang akademisi, Mahmud Yunus banyak melahirkan karya tulis, sedangkan khusus di bidang ilmu hadis karya satu satunya adalah Ilmu Musthalah al-Hadits yang ditulis berbahasa Arab dengan penjelasan yang ringkas dan padat, sehingga mudah dimengerti di kalangan para pemula dan pelajar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR KEPUSTAKAAN

 

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, Silsilah Ahadits al-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah, Bairut: Maktabah Islami,1399

Febriyeni, Tesis: Studi Pemikiran Tokoh Hadis Sumatera Barat (Prof. Dr. H. Mahmud Yunus dan H. Mawardi Muhammad, Padang: PPS IAIN Imam Bonjol Padang, 2015

Rodliyana Muhammad Dede, Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hadits dari Klasik Sampai Modern, Bandung: CV Pustaka Setia, 2004, Cet. I

Taimiyyah, Ibnu, al-Qa’idah al-Jalilah fi Tawassul wa Wasilah, Maktabah Minah: Damanhur, 1412 H

Shalah, Ibnu, Mukadimah Ibnu Shalah, Bairut: Libanon, 1401H

Tim Islamic Centre Sumatera Barat, Riwayat Hidup Ulama Sematera Barat dan Perjuangannya, Padang: Angkasa Raya, 2001

Yunus, Mahmud, Ilmu Musthalah al-Hadits, Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putra, 1360 H/1941 M



[1] Muhammad Dede Rodliyana, Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hadits dari Klasik Sampai Modern, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), Cet. I, h. 137-139

[2] Tim Islamic Centre Sumatera Barat, Riwayat Hidup Ulama Sematera Barat dan Perjuangannya, (Padang: Angkasa Raya, 2001), h.145

[3] Muhammad Dede Rodliyana, loc.cit.

[4] Ibid., h. 137-138

[5] Ibid., h. 138

[6] Ibid.  

[7] Febriyeni, Tesis: Studi Pemikiran Tokoh Hadis Sumatera Barat (Prof. Dr. H. Mahmud Yunus dan H. Mawardi Muhammad, (Padang: PPS IAIN Imam Bonjol Padang, 2015), h. 54-59

[8] Muhammad Dede Rodliyana, op.cit, h. 138

[9] Ibid., h.139

[10] Febriyeni, op. cit., h. 64

[11] Mahmud Yunus, Ilmu Musthalah al-Hadits, (Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putra, 1360 H/1941 M), h. 1-96

[12] Muhammad Dede Rodliyana, op.cit, h. 139

[13] Mahmud Yunus, op. cit, h. 55

[14] Ibnu Shalah, Mukadimah Ibnu Shalah, (Bairut: Libanon, 1401H), h.93

[15] Ibnu Taimiyyah, al-Qa’idah al-Jalilah fi Tawassul wa Wasilah, (Maktabah Minah: Damanhur, 1412 H), h. 163

[16] Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Ahadits al-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah, (Bairut: Maktabah Islami,1399), h. 45-46


Metode Pemahaman Hadis Tradisionalis