Nanda Eljambaky Official
Dengan Bersykur dan Ikhlas maka Yakinlah Setiap Usaha akan Sampai
Mahmud Yunus dan Pemikirannya tentang Hadis
MAHMUD YUNUS DAN
PEMIKIRANNYA
TENTANG
HADIS
Makalah
Telah Dipresentasikan pada Seminar kelas Studi Tokoh di Indonesia Program Magister (S.2) Pascasarjana IAIN IB Padang
Sabtu, 21 Oktober 2017
Oleh
GUSNANDA
Dosen Pegampu Mata Kuliah
Prof. Dr. EDI SAFRI
Program Pascasarjana Prodi Ilmu
Hadis
Institut Agama Islam Negeri
Imam Bonjol Padang
1439 H /2017 M
A. PENDAHULUAN
Belakangan ini keinginan untuk menggali khazanah keilmuan
kajian hadis di nusantara semakin mencuat. Beberapa sarjanawan hadis sudah mulai mengkaji tokoh tokoh hadis nusantara dan
pemikirannya tentang hadis. Di antara tokoh tersebut misalnya Mahmud Yunus.
Meskipun secara umum ia dikenal sebagai tokoh pendidikan, ternyata dalam salah
satu karyanya ia juga berbicara tentang hadis dan ilmu hadis. Oleh sebab itu, penting mengeksplorasi pemikiran tokoh hadis ini. Atas
dasar ini, penulis mencoba untuk menguraikan Mahmud Yunus dan pemikirannya
tentang ilmu hadis dalam bentuk makalah, sebagaimana yang
akan dijelaskan setelah ini.
B.
PEMBAHASAN
1.
Biografi Mahmud Yunus
Nama
lengkap Mahmud Yunus adalah Mahmud Yunus bin Yunus bin Incek. Ia lahir pada hari Sabtu
tanggal 30 Ramadhan 1316 H bertepatan pada tanggal 10 Februari 1899 M di Nagari
Sungayang Batusangkar Sumatera Barat. Ia meninggal pada tanggal 16 Januari 1983
dalam usia 83 tahun.[1] Mahmud
Yunus berasal dari keluarga yang taat menjalankan agama dan cukup terkemuka
dikalangan masyarakat. Ayahnya bernama Yunus bin Incek seorang petani dari suku
Mandailing. Yunus bin Incek mendapatkan pendidikan di Surau dan diangkat
sebagai imam nagari Sungayang.[2] Sedangkan ibunya bernama Hafsah binti M.
Tahrir bin Ali, dan buyutnya dari pihak ibu adalah seorang ulama besar di
Nagari Sungayang Batusangkar Bernama Muhammad Ali, yang bergelar Angku Kolok.[3]
Pendidikan Mahmud Yunus bermula dari
mempelajari al-Qur’an dan Bahasa Arab yang ditempuh semenjak berusia tujuh
tahun di Surau kakeknya, M. Tahrir. Di
samping itu, ia juga belajar di Sekolah Rakyat, tetapi hanya sampai kelas tiga
saja. Dari surau kakeknya ini, Mahmud Yunus kemudian pindah ke Madrasah yang di
asuh oleh Syekh H. Muhammad Thaib di Surau Tanjung Pauh. Berkat ketekunannya,
dalam empat tahun, Mahmud Yunus telah sanggup mengajarkan kitab-kitab Mahall,
Alfiyyah, dan Jami’ul al-Jawami, sehingga ketika syekh Thaib Umar
jatuh sakit dan berhenti mengajar, Mahmud Yunus lah yang ditunjuk untuk
menggantikannya mengajar.[4]
Pada tahun 1924 Mahmud Yunus mendapat kesempatan untuk melanjutkan
studi ke Mesir dan ia memasuki Universitas al-Azhar. Setahun kemudian, ia
berhasil memperoleh Syahadah Alamiah, kemudian melanjutkan studi ke
Madrasah Dar al-Ulum al-Ulya dan tercatat sebagai orang Indonesia
pertama yang menjadi mahasiswa madrasah tersebut. Pada tahun 1930, setelah
mengambil Takhasus Tadris, Mahmud Yunus berhasil memperoleh ijazah dari
perguruan tinggi tersebut.[5]
Setelah menyelesaikan studinya di Mesir, Mahmud Yunus kembali ke
Indonesia dan kemudian berkarir, baik sebagai pengajar maupun pemimpin berbagai
sekolah, di antara perstasinya adalah:
a.
Pimpinan al-Jami’ah al-Islamiah Batusangkar di Sungayang
(1931-1932)
b.
Mendirikan Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI) dan termasuk
Anggota
Minangkabau Raad
(1938-1942)
c.
Pimpinan Kuliah Muallimin Islamiah Normal Islam Padang (1932-1946)
d.
Mendirikan Majlis Islam Tinggi Minangkabau, kemudian menjadi MIT
Sumatera
(1946)
e.
Sekretaris Menteri Agama PDRI (1949)
f.
Anggota Pemeriksa Agama pada Jawatan Agama Provinsi Sumatera di
Pamatang
Siantar (1946-1949)
g.
Pegawai Tinggi Kementerian Agama di Yogyakarta (1950)
h.
Kepala Penghubung Pendidikan Agama pada Kementerian Agama di
Jakarta
(1951)
i.
Kepala Lembaga Pendidikan Agama pada Jawatan Pendidikan Agama
(1952-
1956)
j.
Pimpinan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta (1957-1980)
k.
Dekan dan Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
(1960-1963)
l.
Rektor IAIN Imam Bonjol Padang (1966-1971)
m.
Doctor Honoris Causa
dalam Ilmu Tarbiyah yang diberikan oleh IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (15 Oktober 1977) [6]
2.
Karya- karya Mahmud Yunus
Banyak karya tulis yang dihasilkan Mahmud Yunus dalam berbagai
bidang ilmu Agama Islam, di antaranya:
a.
Bidang Pendidikan
1) Pengetahuan
Umum dan Ilmu Mendidik
2) Metode Khusus
Pendidikan Agama
3) Pengembangan
Pendidikan Islam di Indonesia
4) Pokok-pokok
Pendidikan dan Pengajaran
5) Al-tarbiyah wat Ta’lim
6) Pendidikan di
Negara-negara Islam dan Intisari Pendidikan Barat
b.
Bidang Bahasa Arab :
1)
Durus al-Lughah al-‘Arabiyah ‘ala Thariqah al-Hadistsah I
2)
Durus al-Lughah al-‘Arabiyah ‘ala Thariqah al-Hadistsah II
3)
Metode Khusus Bahasa Arab
4)
Kamus Arab Indonesia
5)
Durus al-Lughah al-‘Arabiyah I
6)
Durus al-Lughah al-‘Arabiyah II
7)
Durus al-Lughah al-‘Arabiyah III
8)
Durus al-Lughah al-‘Arabiyah IV
9)
Muhadatsah al-‘Arabiyah Durus al-Lughah al-‘Arabiyah III
10)
Al-Mukhtrat lil Muthala’ah wal Mahfuzhat
c.
Bidang Fiqh :
1)
Marilah Sembayang I 3) Marilah Sembayang II
2)
Marilah Sembayang III 4) Marilah Sembayang IV
3)
Puasa dan Zakat 5) Haji ke Mekah
4)
Hukum warisan dalam Islam 6) Hukum Perkawinan dalam Islam
5)
Pelajaran Sembayang untuk Orang Dewasa
6)
Soal Jawab Hukum Islam Al-Fiqh al-Wadhih I
7)
Al-Fiqh al-Wadhih II Al-Fiqh al-Wadhih III
8)
Mabadi’u Fiqh al-Wadhih Al-Fiqh al-Wadhih an-Nawawi
9)
Al-Masail al-Fiqhiyah ‘ala Mazahib al-Arba’ah
d.
Bidang Tafsir :
1)
Tafsir al-Qur’an al-Karim (30) Juz Kamus al-Qur’an I
2)
Tafsir al-Fatihah Kamus al-Qur’an II
3)
Tafsir Ayat Akhlak Kamus al-Qur’an Juz 1-30
4)
Juz ‘Amma dan Terjemahannya Surat Yasin dan Terjemahannya
5)
Pelajaran Huruf al-Qur’an
6)
Kesimpulan Isi al-Qur’an
7)
Alif, Ba, Ta wa Juz Amma
8)
Muhadharat al-Israiliyyat fi at-Tafsir wa Hadits
e.
Bidang Akhlak :
1)
Keimanan dan Akhlak I
2)
Keimanan dan Akhlak II
3)
Keimanan dan Akhlak III
4)
Keimanan dan Akhlak IV
5)
Beriman dan Berbudi Pekerti
6)
Lagu-lagu Baru Pendidikan Agama atau Akhlak
7)
Akhlak Bahasa Indonesia
8)
Moral Pembangunan dalam Islam
f.
Bidang Sejarah :
1)
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
2)
Tarikh al-Fiqhu al-Islamiy
3)
Sejarah Islam di Minangkabau
4)
Tarikh Islam
g.
Bidang Perbandingan Agama :
1)
Ilmu Perbandingan Agama
2)
Al-Adyan
h.
Bidang Dakwah :
1)
Pedoman Dakwah Islamiyah
i.
Bidang Ushul Fiqh :
1) Mudzakarat
Ushul al-Fiqh
J.
Bidang Tauhid :
1) Durus at-Tauhid
K.
Bidang Ilmu Jiwa :
1) Ilmu an-Nafs
L.
Bidang Hadis :
1)
Ilmu Musthalah al-Hadis
M.
Lain-lain :
1)
Beberapa Kisah Nabi dan Khalifahnya
2)
Doa-doa Rasulullah
3)
Pemimpin Pelajaran Agama I
4)
Pemimpin Pelajaran Agama II
5)
Pemimpin Pelajaran Agama III
6)
Kumpulan Doa
7)
Marilah ke al-Qur’an
8)
Asy- Syuhuru al-Arabiyah fi Biladi al-Islamiyah
9)
Riwayat Hidup Prof. Dr. H. Mahmud Yunus [7]
C.
Gambaran Umum Kitab ‘Ilm
Musthalah al-Hadis Karya Mahmud Yunus
Adapun karya
Mahmud Yunus dalam bidang kajian hadis adalah kitab Ilmu Musthalahu al-Hadits, ditulis dengan
menggunakan bahasa Arab. Kitab ini diterbitkan di Jakarta oleh Al-Maktabah al-Su’udiyah Putra. Pada
cover kitab tersebut Mahmud Yunus mencantumkan jabatannya sebagai rektor IAIN
Imam Bonjol Padang Sumatera Barat, Indonesia. Lalu pada pendahuluan karyanya
Mahmud Yunus menjelaskan tujuan penulisan kitabnya adalah untuk meringkas
kitab-kitab hadis yang panjang, memberikan kemudahan bagi mahasiswa dan bahan
rujukan bagi dosen di perguruan tinggi.
Muhammad Dede Rodliyana dalam bukunya Perkembangan Pemikiran Ulum
al-Hadits dari Klasik sampai Modern menyebutkan bahwa sistematika
pembahasan kitab ulum al-hadis Mahmud Yunus terdapat 69 pembahasan. Di
antara pokok bahasannya antara lain tiga
pembahasan pertama menjelaskan pembagian ulum al-hadis dan kedudukan
Sunnah dalam al-Qur’an, pembahasan keempat sampai kesembilan tentang sejarah
periwayatan dan pembukuan Sunnah yang meliputi penjagaan secara hafalan,
permulaan pembukuan, urutan kitab, orang-orang yang terkenal meriwayatkan
hadis, dan sikap orang-orang pertama dalam menerima riwayat.[8]
Pembahasan ke-10
tentang al-jarh wa ta’dil, ke-11 tentang sifat orang yang diterima dan ditolak
riwayatnya, ke-12 tentang proses penerimaan dan penyampaian riwayat, ke-13
tentang nasikh dan mansukh, dan ke-14 sampai 69 menjelaskan
tentang istilah-istilah khusus yang berkaitan dengan penilaian terhadap hadis,
baik dari segi kuantitas maupun kualitas, serta hal-hal yang berhubungan
dengannya, baik para periwayat, jalur periwayatan, dan sifat periwayatnya.[9] Dalam referensi lain, Febriyeni dalam Tesisnya
yang berjudul Studi Pemikiran Tokoh Hadis Sumatera Barat (Prof. Dr. H.
Mahmud Yunus dan H. Mawardi Muhammad, menyimpulkan bahwa ada 70 pokok pembahasan
dalam kitab Ilmu Musthalah al-Hadis karya Mahmud Yunus.[10]
Penulis mencoba mengkonfirmasi hasil
penelitian di atas dengan kitab aslinya. Ternyata ada sekitar 67 pembahasan di
dalamnya. Adapun tabelnya
sebagai berikut:[11]
No |
Pembahasan |
Halaman |
1 |
Ilmu
al-Hadits |
3 |
2 |
Manzilah
al-Sunnah min al-Kitab |
4 |
3 |
Tarikh Riwayat al-Hadits wa Tadwin |
5 |
4 |
Kaifa
Na’Khudzu al-Hadits al-Aan |
9 |
5 |
Thabaqat
Kutub al-Hadits |
9 |
6 |
Masyhur
al-Muhaditsin |
10 |
7 |
Tunbitu al-Salaf fi Qabul al-Hadits |
10 |
8 |
Al-Ta’dil
wa al-Tajrih wa lafazhuma |
14 |
9 |
Syuruth
min Taqabbal Riwayatihi |
17 |
10 |
Thuruquhu
Tahmilu al-Hadits wa Naqalahu |
17 |
11 |
Nasikh
al-Hadits wa Mansukhihi |
20 |
12 |
Al-Nasikh |
20 |
13 |
Mushthalahaat al-Muhadistin |
21 |
14 |
Aqsam
al-Hadits |
23 |
15 |
Al-Ahad |
24 |
16 |
Al-‘Aziz |
29 |
17 |
Al-Shahih |
30 |
18 |
Ma
Makna al-‘Adalah |
32 |
19 |
Ma
Makna al-Dhabith |
33 |
20 |
Muratib
al-Hadis Shahih |
34 |
21 |
Darajat
Ahadits al-Shahihaini fi al-Shihah |
34 |
22 |
Intiqad ‘ala al-Shahihaini |
36 |
23 |
Hal
Akhbar al-Shahihaini Tufidu al-Yaqin |
38 |
24 |
Intiqad
‘ala Qaulu Ibnu Shalah |
40 |
25 |
Al-Hasan |
43 |
26 |
Al-Hasan Lighairihi |
43 |
27 |
Taqsimul Hadis Ila Maqbuli wa Mardudi |
45 |
28 |
Shahih
al-Sanad wa Hasan al-Sanad |
46 |
29 |
Hal Ziyadah al-Tsiqah Maqbuulah |
48 |
30 |
Al-Kitabullati Yahradii biha Ma’rifah al-Hadits al-Hasan |
49 |
31 |
Al-Dha’if |
52 |
32 |
Hukmul Hadis al-Dhaif |
53 |
33 |
Al-Adhrar
al-‘Azhimah min Riwayat al-Ahadits al-Dha’ifiyah |
55 |
34 |
Al-Mursal |
61 |
35 |
Mursal
al-Shahabi |
62 |
36 |
Al-Munqathi’ |
64 |
37 |
Al-Mu’dhal |
65 |
38 |
Al-Mu’alaq |
65 |
39 |
Al-Marfu’ |
66 |
40 |
Al-Mauquf |
66 |
41 |
Ma
Taraddadu baina al-Marfu’ wa al-Mauquf |
67 |
42 |
Al-Maqthu’ |
68 |
43 |
Al-Mudhtharib |
69 |
44 |
Al-Gharib |
69 |
45 |
Al-Fard |
70 |
46 |
Al-Musnad |
71 |
47 |
Al-Mutashil |
72 |
48 |
Al-Syadz
wa al-Mahfuzh |
73 |
49 |
Al-Munkar
wa al-Ma’ruf |
74 |
50 |
Al-Mudraj |
74 |
51 |
Ma’rifah
al-Idraj |
76 |
52 |
Al-Mu’alal
au al-Mu’mal |
77 |
53 |
Al-Mudalas |
80 |
54 |
Al-Mu’an’an
wa al-Muanan |
81 |
55 |
Al-Musalsal |
82 |
56 |
Al-Mubham |
83 |
57 |
Ta’dil
al-Mubham |
83 |
58 |
Al-Majhul
au al-Mastur |
83 |
59 |
‘Ulwu
al-Sanad wa Nuzulahu |
84 |
60 |
Riwayah
al-Aqran |
85 |
61 |
Al-Muttafaq
wa al-Muftaraqu |
86 |
62 |
Al-Muktalifu
wa al-Mukhtalif |
87 |
63 |
Al-Matruk |
88 |
64 |
Al-Maqlub |
88 |
65 |
Al-Maudhu’ |
90 |
66 |
Ma’rifat
al-Maudhu’ |
90 |
67 |
Khatimah
fi al-Hadits al-Qudsi |
94 |
Sebagaimana dikutip sebelumnya, Dede
Rodliyana menyebutkan manhaj yang digunakan Mahmud Yunus dalam menyusun kitabnya ini adalah
memberikan penjelasan singkat seputar musthalah dengan cara meringkas
dari berbagai literature ulama terdahulu. Ia menjelaskan setiap pembahasan
dengan menggunakan pointer sehingga terkesan sistematis. Singkatnya,
penjelasannya sangat singkat karena hanya mencakup defenisi dan keterangan
seperlunya terhadap defenisi yang ada di dalam kitabnya.[12]
D.
Pandangan Mahmud Yunus tentang Hukum Hadis Dha’if
Terkait dengan pemikiran Mahmud Yunus tentang ilmu hadis, penulis membatasi
kajian ini dengan hanya membahasa pemikiannya tentang hadis dhaif dan
hukumnya. Adapun pokok pikian beliau tentang ini adalah sebagai berikut :
1.
Pengertian Hadis Dhaif
Hadis dhaif adalah hadis yang hilang satu syarat atau lebih dari syarat
hadis shahih dan hasan. Di antara syarat yang hilang itu misalnya kemuttasilan,
ke‘adalahan yang lemah. Adapun sebab kedhaifan hadis itu terbagi menjadi
dua :
a) Gugurnya satu perawi dari rangkaian sanad
b) Terdapat cacat pada diri seorang perawi
Maka atas dasar itu, hadis dhaif dapat dibagi menjadi dua
macam :
a) Tertolak karena gugurnya seorang perawi dalam
rangkaian sanad. Termasuk dalam kategori ini empat macam : mu’allaq, mursal,
mu’dhal dan munqathi’.
b) Tertolak karena pada hadis tersebut terdapat sifat
tercela dalam diri perawi sifat tercela. Di antara sifat tercela tersebut
adalah kadzab, tahammuh, fahsya’, ghafalah (pelupa), waham,
mukhalafah (melakukan pelanggaran), fasiq, jahalah, bidh’ah, buruk
hafalan.
2. Hukum Hadis
Dhaif
Menurut Mahmud Yunus, para ulama sepakat melarang menyebutkan hadis maudhu’
kecuali menjelaskan kemaudhu’annya. Tetapi tentang hadis dhaif ulama sepakat membolehkan
penyampaian hadis dhaif tamap disertai penjelasan kedhaifannya. Hanya saja ini
dalam hal selain masalah hukum dan
aqidah, seperti fadhail amal dan kisah-kisah. Di antara ulama yang dimaksud
adalah ‘Abdurrahman bin Mahdi dan Ahmad Ibn Hanbal.
Mahmud Yunus juga menyebutkan bahwa “Kemudharatan
yang sangat besar bagi orang yang meriwayatkan hadis dha’if tampa menyebutkan
dan menjelaskan kedha’fannya.”[13] Berbeda dengan Imam Ahmad, ia membolehkan meriwayatkan
hadis dha’if tanpa menerangkan
kedha’ifannya dengan syarat, pertama: Hadits tersebut tidak berkaitan
dengan masalah akidah, ibadah , hukum (halal dan haram), namun dibolehkan
berhubungan dengan kisah dan fadhail amal. Kedua :
Hadis itu kedha’ifnya ringan, dalam artian tidak palsu serta dha’ifnya tidak
berat.[14]
Adapun alasan para imam ahli hadis di atas yang membolehkan meriwayatkan
hadis dha’if tanpa menerangkan kedha’ifanya yaitu, pertama: istilah
hadis shahih, hasan dan dha’if belum ada pada masa sebelum Imam al-Tirmidzi, karena istilah ini pertama kali dipopulerkan
oleh Imam al-Tirmidzi, maka ada kemungkinan yang dimaksud dengan hadis dha’if
itu adalah hadis hasan. Sebagaimana Ibnu Taimiyyah berkata :“ Siapa yang
berpendapat sama dengan Imam Ahmad bahwa apabila seseorang berhujjah dengan
hadis dha’if (tidak shahih/hasan), maka dia telah salah sangka, sebab pada
zaman Imam Ahmad dan sebelumnya hadis itu hanya terbagi menjadi dua, yaitu shahih
dan dha’if, kemudian hadis dha’if itu juga terbagi menjadi dua, yakni
dha’if matruk (lemah yang ditinggalkan)
ini tidak boleh dijadikan sebagai hujjah , dan dha’if hasan ( lemah yang bagus). Sebagaimana
penyakit manusia terbagi menjadi dua, yaitu sakit yang sangat mengkhawatirkan
bisa membuat orang takut untuk mengobatinya dengan seluruh hartanya dan sakit
ringan biasa. Orang yang pertama kali membagi hadis menjadi tiga bagian, yaitu
shahih, hasan dan dha’if adalah Imam Abu Isa al-Tirmidzi dalam kitab sunannya.[15] Kedua: Para ulama terdahulu meriwayatkan hadis dengan
sanadnya, sehingga pada zaman tersebut, siapa yang meriwayatkan hadis dengan
sanadnya maka dia telah lepas tanggung jawab dari keshahihan dan kedha’ifan
hadis tersebut, sebab seseorang bisa mengetahui kualitas hadis dengan melihat
sanadnya.
Berdasarkan penelitan penulis, bahwa pendapat Mahmud Yunus di atas ada
kesamaan dengan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab Silsilah Ahadits
al-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah, bahwa tidak boleh meriwayatkan sebuah hadis
dha’if tanpa menerangkan kedha’ifannya. Begitu juga dengan hukum mengamalkannya, bahwa para Imam hadis
di atas melarang secara mutlak mengamalkan hadis dha’if, walaupun dalam masalah
aqidah, Ibadah, hukum, dan fadhail amal, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal, Abu
Daud, Abu Hanifah yang membolehkan mengamalkan hadis dha’if scara mutlak.[16]
E.
Kesimpulan
Mahmud Yunus merupakan salah seorang
tokoh hadis Indonesia. Selain itu, ia juga ahli dalam berbagai bidang keagamaan lain,
seperti ilmu al-Qur’an dan tafsirnya, fiqih, pendidikan, dan hadis. Mahmud
Yunus pernah menimba ilmu di Dar al-Ulum dan al-Azhar University
di Mesir. Sebagai seorang akademisi, Mahmud Yunus banyak
melahirkan karya tulis, sedangkan khusus di bidang ilmu hadis karya satu
satunya adalah Ilmu Musthalah al-Hadits yang ditulis berbahasa Arab
dengan penjelasan yang ringkas dan padat, sehingga mudah dimengerti di kalangan
para pemula dan pelajar.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, Silsilah
Ahadits al-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah, Bairut: Maktabah Islami,1399
Febriyeni, Tesis: Studi Pemikiran Tokoh Hadis Sumatera Barat
(Prof. Dr. H. Mahmud Yunus dan H. Mawardi Muhammad, Padang: PPS IAIN Imam
Bonjol Padang, 2015
Rodliyana Muhammad Dede, Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hadits
dari Klasik Sampai Modern, Bandung: CV Pustaka Setia, 2004, Cet. I
Taimiyyah,
Ibnu, al-Qa’idah al-Jalilah fi Tawassul wa Wasilah, Maktabah Minah:
Damanhur, 1412 H
Shalah, Ibnu, Mukadimah
Ibnu Shalah, Bairut: Libanon, 1401H
Tim Islamic
Centre Sumatera Barat, Riwayat Hidup Ulama Sematera Barat dan Perjuangannya,
Padang: Angkasa Raya, 2001
Yunus, Mahmud, Ilmu
Musthalah al-Hadits, Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putra, 1360 H/1941 M
[1] Muhammad
Dede Rodliyana, Perkembangan Pemikiran Ulum al-Hadits dari Klasik Sampai
Modern, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), Cet. I, h. 137-139
[2] Tim
Islamic Centre Sumatera Barat, Riwayat Hidup Ulama Sematera Barat dan
Perjuangannya, (Padang: Angkasa Raya, 2001), h.145
[3] Muhammad
Dede Rodliyana, loc.cit.
[4] Ibid.,
h. 137-138
[5] Ibid.,
h. 138
[6] Ibid.
[7]
Febriyeni, Tesis: Studi Pemikiran Tokoh Hadis Sumatera Barat (Prof. Dr. H. Mahmud
Yunus dan H. Mawardi Muhammad, (Padang: PPS IAIN Imam Bonjol Padang, 2015),
h. 54-59
[8] Muhammad
Dede Rodliyana, op.cit, h. 138
[9] Ibid.,
h.139
[10] Febriyeni,
op. cit., h. 64
[11]
Mahmud Yunus, Ilmu Musthalah al-Hadits, (Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putra,
1360 H/1941 M), h. 1-96
[12] Muhammad
Dede Rodliyana, op.cit, h. 139
[13] Mahmud Yunus, op. cit, h. 55
[14]
Ibnu Shalah, Mukadimah Ibnu Shalah, (Bairut: Libanon, 1401H), h.93
[15]
Ibnu Taimiyyah, al-Qa’idah al-Jalilah fi Tawassul wa Wasilah, (Maktabah
Minah: Damanhur, 1412 H), h. 163
[16]
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Ahadits al-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah,
(Bairut: Maktabah Islami,1399), h. 45-46
-
MAHMUD YUNUS DAN PEMIKIRANNYA TENTANG HADIS Makalah Telah Dipresentasikan pada Semina...